Masjid Nurul Huda Gelgel
Masjid Nurul Huda Gelgel adalah masjid pertama yang berdiri di wilayah bali, persisnya ada di Jalan Waturenggong, Desa Gelgel, Kecamatan Klungkung, Kabupaten Klungkung, Propinsi Bali.
Gelgel adalah satu desa dengan kelebihan tertentu, yakni memiliki kandungan riwayat panjang mengenai penyebaran Islam di Propinsi Bali. Satu diantara kelebihan lain dari desa ini ialah terdapatnya ketentuan jika yang bisa tinggal di desa Gelgel sebaiknya orang yang beragama Islam.
Desa Gelgel lalu jadi pemukiman Islam dan komunitas Islam paling tua yang berada di pulau Bali. Desa ini berjarak seputar 60 Km dari Kota Denpasar, serta sampai sekarang ini ada seputar 280 kepala keluarga atau seputar 700 orang islam yang menetap di desa itu. Kampung Gelgel dapat dibuka dari arah selatan Kota Denpasar, lalu kita akan melalui satu perempatan jalan yang ada patung Prajurit Kerajaan Gelgel jaman dahulu. Dari perempatan itu menara masjid Nurul Huda telah kelihatan.
Dahulunya, beberapa nama warga kampung Gelgel masih memakai nama ciri khas kebudayaan bali seperti Made, Nyoman, Wayan, Ketut dan lain-lain. Tetapi, bersamaan dengan perubahan jaman yang selalu maju, beberapa nama itu saat ini tidak digunakan , serta diganti dengan beberapa nama islam yang modern.
Dikampung Gelgel, adat yang berlainan seringkali diselenggarakan oleh warga di kampung itu, yakni pentas seni musik islami yang dimainkan warga seputar dengan panggilan “Rodatan”.
Lalu di kampung Gelgel ada satu masjid yang telah berumur lebih dari 200 tahun, yakni masjid yang dinamakan “Nurul Huda” Gelgel. Walau saat ini telah jadi masjid yang super istimewa, tetapi pada awal pembangunan pada era ke-18, masjid ini adalah musholla yang kecil.
Keunikan Masjid Nurul Huda Gelgel
Yang menarik dari masjid ini ialah terdapatnya mimbar yang telah berusia begitu tua, yang terbuat dari kayu jati asli, dengan hiasan ukiran motif tumbuh-tumbuhan, yang menggambarkan budaya pada jaman dulu. Memang di dunia islam, dilarang untuk menggambar suatu yang bernyawa seperti hewan / manusia. Mimbar dengan bentuk semacam itu biasanya dapat di ketemukan di masjid-masjid tua yang ada di pulau jawa, contohnya mimbar masjid Sendang Dhuwue, dan mimbar masjid Mantingan.
Diukiran mimbar ada satu inkripsi / tulisan yang mengatakan jika masjid ini sempat diperbaiki pada tahun 1280 H / 1863 M, perbaikan itu persisnya dikerjakan pada tanggal 7 Juli 1863 M. walau demikian, tahun pembangunan masjid dengan tentu belum didapati sampai sekarang ini. Tetapi yang pasti masjid ini telah ada jauh sebelum tahun 1860-an masehi.
Arsitektur Masjid
Sedang untuk arsitekturnya, sebelum dipugar masjid ini mempunyai arsitektur zaman kuno tanpa ada kubah, seperti satu rumah kecil. Tetapi waktu telah dipugar sampai sekarang ini, masjid ini kelihatan begitu istimewa serta menarik. Dengan atap bertingkat 3, tingkat pertama seperti satu gazebo yang dapat dipakai beberapa pengunjung untuk lihat seputar, lantai ke-2 lebih seperti ruang kecil area untuk menyimpan alat-alat marbot, serta tingkat ke-3 ialah atap kecil berupa persegi empat dengan kubah dari metal yang memiliki ukuran begitu kecil.
Masjid ini mempunyai satu menara yang menjulang tinggi sampai 17 meter, yang dipakai untuk tempat menyimpan alat pengeras suara, walau saat awalnya menara ini digunakan oleh muadzin dalam mengumandangkan adzan. Sedang untuk sisi pelataran, sekarang ini telah diberi pembatas berbentuk gerbang serta tembok dan teralis dari besi dibuat mirip kubah.